Kisah Legenda Manusia Harimau Bengkulu

Oleh Yuliardi Hardjo Putro pada 20 Feb 2017, 20:02 WIB


Keberadaan [Harimau Sumatera](Balasan Harimau kepada Manusia "") jejadian atau jelmaan di Bengkulu sudah mengakar kuat. Kisah tujuh manusia harimau yang dibukukan oleh penulis Motinggo Busye terinspirasi dari kisah legenda di Bukit Sarang Macan, Desa Ladang Palembang, Kabupaten Lebong, Bengkulu.

Bukit Sarang Macan oleh warga setempat disebut dalam bahasa Rejang (bahasa masyarakat sekitar Bengkulu) dengan Tebo Sa’ang Imau. Tebo Sa’ang Imau artinya tempat harimau jelmaan atau reinkarnasi leluhur bertemu di Kabupaten Lebong.

Salah seorang tetua masyarakat adat Lebong, Abdul Muris menceritakan, para harimau jelmaan akan menampakkan diri bila kondisi masyarakat sedang kurang baik atau sedang dalam kondisi panas. Mereka juga akan menyerang hewan peliharaan dan memakannya sebagai peringatan kepada warga. "Mereka menjadi pelindung dan pemberi peringatan jika ada warga melanggar adat atau berbuat amoral," kata Abdul Muis di Lebong.

Tak hanya pada situasi kurang baik, harimau juga biasa menampakkan diri pada bulan Mulud atau Maulid Nabi. Oleh karena itu, cerita tentang warga bertemu harimau sudah dianggap lumrah.

Namun, dia mengaku, tak ada cerita soal harimau yang melukai atau membunuh manusia. Warga tidak menilai harimau sebagai masalah atau musuh. "Bagi kami, harimau bukanlah mahluk yang merugikan atau mengancam keselamatan," ujar Muis.

Selain tempat bertemu, kawasan hutan Bukit Sarang Macan juga dipercaya sebagai tempat Harimau Sumatera untuk mencari mangsa. Di bukit ini, siapa pun yang merusak lingkuhan hutan akan mendapatkan 'balasan'. Warga yang tidak ikut merusak juga bisa terkena imbas. Oleh karena itu, hutan Bukit Sarang Macan termasuk bebas dari aktivitas pengrusakan.

Kepercayaan Rejang tentang harimau leluhur juga pernah diulas oleh William Marsden dalam bukunya 'The History of Sumatra' yang terbit pertama kali pada 1784. Dalam buku itu, Marsden mengulas kisah tentang manusia harimau. "Cerita populer yang umum diantara mereka, seperti manusia tertentu menjelma menjadi seekor harimau," tulis Marsden.

Masih dalam bukunya, Sekretaris Gubernur British East India Company di Bengkulu pada 1770-1779 itu menambahkan, "para warga sekitar membeberkan suatu tempat di negeri itu, dimana harimau memiliki istana dan menyelenggarakan sebuah bentuk reguler dari pemerintahan."

Warga tidak ada yang berani untuk menangkap atau membunuh harimau. Melakukannya sama dengan membunuh leluhur. Membunuh akan dibalas dengan dibunuh. Balasannya bisa lebih berbahaya.

Satu ekor harimau dibunuh akan dibalas oleh harimau lainnya dengan membunuh manusia dengan jumlah bisa lebih dari satu orang. Hingga saat ini dpastikan tidak ada warga yang berani membunuh. Memasang jerat untuk Harimau Sumatera pun belum pernah terdengar.



Rumah Harimau Jadi Hutan Lindung

Abdul Muis Pemuka Masyarakat Kabupaten Lebong: Harimau Sumatera jelmaan menampakkan diri jika masyarakat sedang kurang baik atau sedang dalam kondisi panas.(Liputan6.com/Yuliardi Hardjo)

Berbekal kepercayaan tentang harimau leluhur, ditambah kesadaran tentang pelestarian hutan dan Harimau Sumatera, warga dan pemerintahan desa bersepakat menetapkan kawasan hutan Bukit Sarang Macan menjadi hutan larangan atau hutan lindung desa. Kesepakatan menjadikan 'rumah' harimau menjadi hutan lindung itu terjadi sekitar 14 tahun silam.

Sebelum kesepakatan terjadi, saat itu warga melakukan sejumlah pertemuan, memetakan, dan memasang patok batas di kawasan hutan. Selanjutnya, warga dan pemerintah desa membuat kesepakatan bertanggal 6 Juli 2001 dan 30 Agustus 2002. Kesepakatan itu selanjutnya dituang dalam Peraturan Desa Nomor II Tentang Hutan Lindung Desa dan Hutan Adat Desa bertanggal 30 September 2003. 

"Semua yang hadir di sini terlibat dalam membuat kesepakatan yang menetapkan Bukit Sarang Macan menjadi hutan lindung desa," kata Saryono yang memiliki peran penting dalam pembuatan kesepakatan pada tahun 2001-2002 itu. Kesepakatan dan peraturan desa dibuat saat Saryono menjabat kepala desa, dengan dukungan dari KKI Warsi.
 
Kondisi hutan Bukit Sarang Macan sampai saat ini dinyatakan belum terjamah. Untuk pemanfaatan, warga hanya boleh mengambil buah hutan, tanaman obat dan madu dengan tidak merusak pohon. Bila dilanggar, pelaku dikenakan denda adat berupa serawo punjung kambing, beras 2 kaleng, dan denda uang senilai harga kayu yang ditebang atau dirusak.

Pemilik kebun yang berbatasan langsung juga dilarang melakukan pembakaran sebelum menyiapkan pembatas atau parit. Bila dilanggar, pelaku dikenakan denda adat berupa serawo punjung ayam, beras 2 kaleng, dan denda uang senilai harga kayu yang terbakar.

Pemilik kebun yang berbatasan langsung pun dilarang memperluas kebun hingga masuk ke kawasan hutan Bukit Sarang Macan. Bila melanggar, pemilik kebun dikenakan denda adat berupa serawo punjung kambing, beras 2 kaleng, denda uang senilai harga kayu yang ditebang atau dirusak serta kembali ke lahan semula.

Pemilik kebun juga diminta menanam tanaman tua atau kayu-kayuan dan menjaga kelestariannya. Bila melanggar, pemilik kebun dikenakan denda adat berupa serawo punjung kambing dan beras 2 kaleng.

Hutan Bukit Sarang Macan ini memiliki luas sekitar 20 hektar dan berbatas di sebelah Selatan dan Timur dengan perkebunan masyarakat dan sebelah Barat membujur ke Utara dengan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS). "Hutan Bukit Sarang Macan juga berfungsi sebagai penyangga TNKS," kata Mardiono, Koordinator Seksi Pembibitan Desa.



Balasan Harimau kepada Manusia


Kepercayaan membunuh harimau sumatera akan dibalas dengan dibunuh, catatan kasus manusia dibunuh harimau di wilayah Kabupaten Seluma, Kepahiang dan Bengkulu Tengah akibat manusia membunuh anak harimau (Liputan6.com/Yuliardi Hardjo) Kepala Bidang Pengelolaan Taman Nasional Wilayah Sumatera Selatan – Bengkulu Balai Besar TNKS Ismanto tak menampik kearifan warga tersebut. Kata dia, sudah beberapa kali pembinaan dalam bentuk penyuluhan dilakukan di sana.

Ke depan pihaknya akan melakukan program untuk menjadikan Desa Ladang Palembang sebagai desa mitra. "Bila ada desa lain yang letaknya bersebelahan dengan kawasan TNKS dan juga mempunyai kearifan, akan kita dorong untuk mengadopsi atau mengadaptasi upaya warga dan pemerintah Desa Ladang Palembang tersebut," ucap Ismanto.

Perwakilan Forum Harimau Kita untuk Wilayah Provinsi Bengkulu Erni Suyanti juga mengapresiasi kearifan warga terkait pelestarian Harimau Sumatera di Desa Ladang Palembang tersebut. Terutama di kawasan hutan Bukit Sarang Macan.

Luas kawasan hutan Bukit Sarang Macan, memang tidak cukup untuk disebut sebagai habitat khusus pelestarian Harimau Sumatera. Namun, area itu bisa dianggap sebagai bagian dari wilayah harimau.
Sebab, lokasi hutan Bukit Sarang Macan atau Desa Ladang Palembang itu bersebelahan dengan TNKS. Jadi sangat mungkin bila kawasan hutan Bukit Sarang Macan itu juga menjadi bagian wilayah jelajah harimau mencari mangsa.

Terkait kepercayaan membunuh harimau akan dibalas dengan dibunuh, Suyanti pernah mendengar informasi tersebut. Bahkan dia mempunyai catatan sejumkah kasus manusia tewas oleh harimau di wilayah Kabupaten Seluma, Kepahiang, dan Bengkulu Tengah yang diakibatkan manusia membunuh anak harimau.

"Kepercayaan itu sepertinya mengandung kebenaran. Ada orang yang membunuh anak harimau lalu dibunuh oleh harimau, dan ada juga anak orang yang membunuh anak harimau yang dibunuh oleh harimau," ujar Suyanti.

Bahkan, dia pernah mendengar cerita, saat masa penjajahan Belanda dulu, suatu kampung diserang oleh sejumlah harimau karena membunuh anak harimau.

Di Desa Karang Tinggi, Bengkulu Tengah juga dia mendapat cerita ada anak harimau yang sakit masuk kampung lalu dibunuh. Kulitnya digunakan untuk membuat bedug dan tulangnya digunakan sebagai pemukul bedug dan kentongan. Tak lama kemudian, datang banyak harimau ke kampung dan menyerang warga, sehingga kampung itu terpaksa ditinggalkan.


Reprensi
https://m.liputan6.com/me/yuliardi.hardjo

Subscribe to receive free email updates: